Dalil Pujian Setelah Adzan
Sebagian orang mengatakan bahwa tradisi pujian setelah adzan yang banyak kita jumpai di perkampungan merupakan amalan bid’ah. Bahkan mereka menganggap pujian setelah sholat sebagai nyanyian yang tidak ada manfaatnya. Padahal biasanya pujian-pujian itu berisi sholawat Nabi atau nasihat-nasihat kebaikan. Seandainya ada dalil dan contoh dari shahabat Nabi yang hidup di zaman Nabi, akankah mereka masih mengatakan amalan itu bid’ah, sesat, tak ada dalilnya, dan tak bermanfaat???
Ini dalilnya....
Pujian setelah adzan walaupun dilafalkan dengan bahasa Jawa yang berisi beragam nasehat agama, namun selalu diiringi sholawat. Demikian pula sebaliknya dalam majelis sholawat, disisipkan beberapa bait nasehat agama. Hal ini karena, inti dari pujian setelah adzan adalah sholawat. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:
Persoalan pujian yang dikeraskan, jawaban Hasan bin Tsabit adalah dalil paling jelas dalam hal ini:
Seringkali pula, diantara bait puji-pujian itu diselingi syair doa. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:
Syaikh Amin al-Kurdi di dalam Tanwirul Qulub menegaskan,
Pujian setelah adzan adalah suatu amaliah yang sangat jelas dalilnya. Maka aneh jika terjadi kasus penghentian shalawat pujian setelah adzan secara ‘paksa’ oleh beberapa kelompok muslim di beberapa masjid. Dalih mereka bahwa perbuatan itu termasuk bid’ah. Kami tekankan, KALAU ADA DALILNYA DARI HADITS ATAU PERNAH DILAKUKAN SAHABAT NABI, BERARTI BUKAN BID’AH TAPI SUNNAH. Masyarakat umum yang mengamalkannya ditekan dengan berbagai slogan dan dalil yang sebenarnya tidak nyambung namun dipaksakan sebagai argumen. Masyarakat awam yang tidak mampu berdalil, akhirnya menyerah dan kalah.
Tindakan memaksakan kehendak inilah yang menyebabkan tidak terwujudnya ukhuwah islamiyah hingga kini. Mari kita lestarikan kembali pujian setelah adzan sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang tepat sasaran untuk masyarakat. Dan yang lebih penting juga adalah menjaga persatuan Islam dengan tidak memaksakan pendapat sendiri serta menyesatkan orang lain.
Ini dalilnya....
Pujian setelah adzan walaupun dilafalkan dengan bahasa Jawa yang berisi beragam nasehat agama, namun selalu diiringi sholawat. Demikian pula sebaliknya dalam majelis sholawat, disisipkan beberapa bait nasehat agama. Hal ini karena, inti dari pujian setelah adzan adalah sholawat. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kamu mendengar muadzin mengumandangkan adzan, ucapkanlah seperti apa yang diucapkan. Kemudian bersholawatlah kepadaku, karena sesungguhnya barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali niscaya Allah akan bersholawat kepadanya sebanyak sepuluh kali. Setelah itu mintalah (kepada Allah) al‐wasilah untukku, karena al‐wasilah itu suatu manzilah (kedudukan yang mulia) di surga, yang tidak sepatutnya diberikan kecuali untuk seorang hamba Allah. Dan aku berharap semoga akulah hamba itu. Maka barangsiapa yang memohon al‐wasilah untukku, ia akan mendapatkan syafaatku” (HR.Muslim, no. 849)
Persoalan pujian yang dikeraskan, jawaban Hasan bin Tsabit adalah dalil paling jelas dalam hal ini:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ بِحَسَّانَ بْنِ ثَابِتٍ وَهُوَ يُنْشِدُ فِى الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ أَنْشَدْتُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : أَجِبْ عَنِّى اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ. قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ. رواه أبو دادو والنسائي
Dari Sa’id bin Musayyab ia berkata bahwa Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Ruhul Kudus” Abu Hurairah menjawab; “Ya, Saya pernah mendengarnya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
Seringkali pula, diantara bait puji-pujian itu diselingi syair doa. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda:
الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ مُسْتَجَابٌ, فَادْعُوْا. رواه أبو يعلى
“Do’a yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan oleh Allah). Maka berdo’alah kamu sekalian”. (HR. Abu Ya’la)
Syaikh Amin al-Kurdi di dalam Tanwirul Qulub menegaskan,
وَأَمَّا الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقِبَ اْلأَذَانِ فَقَدْ صَرَّحَ اْلأَشْيَاخُ بِسُنِّيَّتِهِمَا, وَلاَ يَشُكُّ مُسْلِمٌ فِيْ أَنَّهُمَا مِنْ أَكْبَرِ الْعِبَادَاتِ, وَالْجَهْرُ بِهِمَا وَكَوْنُهُمَا عَلَى مَنَارَةٍ لاَ يُخْرِجُهُمَا عَنِ السُّنِّيَّةِ.
“Adapun membaca shalawat dan salam atas Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam setelah adzan (puji-pujian), para masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya sunat. Dan seorang muslim tidak ragu bahwa membaca shalawat dan salam itu termasuk salah satu cabang ibadah yang sangat besar. Adapun membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu pun tidak menyebabkan keluar dari hukum sunat”
Pujian setelah adzan adalah suatu amaliah yang sangat jelas dalilnya. Maka aneh jika terjadi kasus penghentian shalawat pujian setelah adzan secara ‘paksa’ oleh beberapa kelompok muslim di beberapa masjid. Dalih mereka bahwa perbuatan itu termasuk bid’ah. Kami tekankan, KALAU ADA DALILNYA DARI HADITS ATAU PERNAH DILAKUKAN SAHABAT NABI, BERARTI BUKAN BID’AH TAPI SUNNAH. Masyarakat umum yang mengamalkannya ditekan dengan berbagai slogan dan dalil yang sebenarnya tidak nyambung namun dipaksakan sebagai argumen. Masyarakat awam yang tidak mampu berdalil, akhirnya menyerah dan kalah.
Tindakan memaksakan kehendak inilah yang menyebabkan tidak terwujudnya ukhuwah islamiyah hingga kini. Mari kita lestarikan kembali pujian setelah adzan sebagai salah satu bentuk pembelajaran yang tepat sasaran untuk masyarakat. Dan yang lebih penting juga adalah menjaga persatuan Islam dengan tidak memaksakan pendapat sendiri serta menyesatkan orang lain.