Terkena Kotoran Burung Atau Kotoran Cicak Ketika Shalat

Terkena Kotoran Burung Atau Kotoran Cicak Ketika Shalat
Orang yg terkena najis di pertengahan shalatnya diharuskan untuk membuang najis tersebut seketika itu juga dari bagian tubuh atau pakaian yg terkena najis, dan ia tetap harus melanjutkan shalatnya, sebab najis ini tergolong najis yg ma’fu (ditoleransi/dimaafkan). Ketentuan seperti ini ketika najis yg mengenainya adalah najis yg kering. Berbeda halnya ketika najis yg mengenainya adalah najis yg basah. Maka dalam hal ini, ia hanya bisa melanjutkan shalatnya dengan cara melepas pakaiannya seketika itu juga, ketika memang dengan melepas pakaian auratnya tetap tertutup. Jika tidak, maka shalatnya menjadi batal. Begitu juga ketika najis yg basah ini mengenai kulitnya, maka tidak ada jalan lain kecuali membatalkan shalatnya, sebab najis yg basah ini bukan merupakan najis yg ma’fu.

Penjelasan tersebut sesuai dengan ketentuan yg terdapat dalam kitab Manhaj at-Thullab:

قال: (لا) إن عرض (بلا تقصير) من المصلي كأن كشفت الريح عورته أو وقع على ثوبه نجس رطب أو يابس ( ودفعه حالا ) بأن ستر العورة ، وألقى الثوب في الرطب ، ونفضه في اليابس فلا تبطل صلاته ، ويغتفر هذا العارض اليسير

“Tidak batal jika baru datang pada orang yg shalat sesuatu yg membatalkan tanpa adanya tindak kecerobohan dari orang yg shalat. Seperti auratnya terbuka sebab terkena angin atau jatuh perkara najis mengenai pakaiannya, dan ia mencegahnya seketika itu juga dengan cara menutup auratnya, melepas pakaiannya pada najis yg basah dan membuang najis yg kering, maka shalatnya tidak batal. Dan hal yg bersifat baru datang yg sebentar ini ma’fu.” (Syekh Zakariya al-Anshari, Manhaj at-Thullab, juz 2, hal. 481)

Berbeda halnya ketika wujudnya kotoran burung atau cicak ini begitu banyak dan berada di tempat shalat saja, tidak sampai mengenai bagian tubuh dan pakaian orang yg shalat, seperti yg sering kita lihat di berbagai mushala-mushala pedesaan. Maka kotoran burung atau cicak ini dapat dihukumi ma’fu dengan tiga syarat. Pertama, seseorang tidak menyengaja berdiri di tempat yg terdapat kotoran burung atau cicak tersebut. Kedua, kotoran tersebut tidak basah. Ketiga, sulit untuk menghindari kotoran ini. Seperti yg terdapat dalam kitab I’anah at-Thalibin:

قال: (قوله ومكان يصلى فيه) أي وطهارة مكان يصلى فيه ويستثنى منه ما لو كثر ذرق الطيور فيه فإنه يعفى عنه في الفرش والأرض بشروط ثلاثة أن لا يتعمد الوقوف عليه وأن لا تكون رطوبة وأن يشق الاحتراز عنه

“Dan disyaratkan sucinya tempat yg dibuat shalat. Dikecualikan dari hal ini permasalahan ketika banyak kotoran burung di tempat tersebut. Maka kotoran ini dihukumi najis yg ma’fu ketika berada di tanah atau permadani (Jawa: lemek) dengan tiga syarat. Tidak menyengaja berdiam diri di tempat yg terdapat kotoran tersebut, kotoran tidak dalam keadaan basah dan sulit untuk dihindari.” (Sayyid Abu Bakar Syatho’, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 1, hal. 80)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa ketika orang yg sedang shalat terkena najis berupa kotoran burung atau cicak maka ia harus segera membuangnya ketika najis tersebut dalam keadaan kering. Berbeda halnya ketika najis tersebut basah, maka ia harus melepas pakaiannya jika tidak sampai membuka aurat, jika sampai membuka aurat atau najis tersebut mengenai kulitnya maka shalatnya menjadi batal.

Wallahu A'lam..

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel