Wahabi Mengklaim Masjid Mereka yang Sesuai Sunnah

ciri ciri masjid sunnah

Mereka pun masih berulah di bulan Ramadlan ini dengan mengklaim masjid mereka yang sesuai Sunnah. Ada beberapa kriteria, yang pertama adalah tidak banyak hiasan kaligrafi. Dengan demikian Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tidak masuk kategori masjid Sunnah karena banyak kaligrafinya.

Diantara kriteria lainnya adalah tidak ada doa bersama. Ini yang perlu saya jawab. Sebab amalan kita di masjid dengan doa bersama bukanlah bidah.

Berikut adalah dalilnya:

ﻭﻋﻦ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: " «ﻣﺎ ﺭﻓﻊ ﻗﻮﻡ ﺃﻛﻔﻬﻢ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ - ﻋﺰ ﻭﺟﻞ - ﻳﺴﺄﻟﻮﻧﻪ ﺷﻴﺌﺎ، ﺇﻻ ﻛﺎﻥ ﺣﻘﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻀﻊ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ اﻟﺬﻱ ﺳﺄﻟﻮا» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺭﺟﺎﻝ اﻟﺼﺤﻴﺢ
Dari Salman bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada satu kaum mengangkat telapak tangannya meminta kepada Allah, kecuali Allah akan mengabulkan dengan meletakkan apa yang mereka minta di tangan mereka" (HR Thabrani, para perawinya sahih)

Doa bersama dengan diamini oleh yang lain berdasarkan hadis berikut:

«ﻻ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻣﻸ ﻓﻴﺪﻋﻮ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻭﻳﺆﻣﻦ ﺳﺎﺋﺮﻫﻢ، ﺇﻻ ﺃﺟﺎﺑﻬﻢ اﻟﻠﻪ» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺭﺟﺎﻝ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻏﻴﺮ اﺑﻦ ﻟﻬﻴﻌﺔ، ﻭﻫﻮ ﺣﺴﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ.
"Tidak berkumpul sekelompok orang yang mulia, sebagian berdoa dan sebagian lagi membaca amin, kecuali Allah kabulkan untuk semuanya" (HR Thabrani, para perawinya sahih kecuali Ibnu Lahiah, ia Hadisnya Hasan)

Al-Hafidz Al-Haitsami terkadang memberi penilaian Hasan dan kadang dlaif kepada Ibnu Lahiah. Ulama yang lain lebih banyak menilai dlaif, dikarenakan rumahnya pernah terbakar, juga kitab-kitabnya.

Al-Hafidz Adz-Dzahabi memberi catatan yang bijak:

وبعض الحفاظ يروي حديثه ، ويذكره في الشواهد ، والاعتبارات ، والزهد والملاحم لا في الأصول
Sebagian ahli hadis yang bergelar Al-Hafidz meriwayatkan Hadisnya Ibnu Lahiah, mencantumkan namanya dalam hadis penguat eksternal, hal-hal yang dipertimbangkan, Zuhud dan perang, bukan bab akidah (Siyar A'lam An-Nubala' 7/126)

Jika mereka berdalih bahwa hadis diatas adalah dalil umum bukan dalil khusus doa bersama mengangkat kedua tangan setelah shalat? Maka jawabannya bahwa hadis tentang bidah juga umum yang selalu dipaksakan untuk membidahkan hal-hal khusus.

Kriteria yang dijadikan standar masjid Sunnah adalah tidak ada tradisi bersalaman setelah shalat.

Benarkah jika ada kebiasaan salaman setelah shalat kemudian menjadi masjid yang menyalahi Sunnah? Tidak juga.

Berikut adalah fatwa Mufti ulama Salafi, Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, rahimahullah:

ﻭﺳﺌﻞ ﻓﻀﻴﻠﺔ اﻟﺸﻴﺦ: ﻋﻦ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺼﺎﻓﺤﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﺣﻴﺚ اﻋﺘﺎﺩ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺱ ﺫﻟﻚ ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼﺓ؟
Syekh yang mulia ditanya tentang hukum berjabat tangan (salaman) di masjid yang menjadi kebiasaan banyak umat Islam setelah shalat?

ﻓﺄﺟﺎﺏ ﻓﻀﻴﻠﺘﻪ ﻗﺎﺋﻼ: ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺼﺎﻓﺤﺔ ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻟﻬﺎ ﺃﺻﻼ ﻣﻦ اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻭ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ – ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ – ﻭﻟﻜﻦ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﺫا ﻓﻌﻠﻬﺎ ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼﺓ ﻻ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﺸﺮﻭﻋﺔ، ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﺘﺄﻟﻴﻒ ﻭاﻟﻤﻮﺩﺓ، ﻓﺄﺭﺟﻮ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻬﺬا ﺑﺄﺱ، ﻷﻥ اﻟﻨﺎﺱ اﻋﺘﺎﺩﻭا ﺫﻟﻚ.
Beliau menjawab: Berjabat tangan ini tidak saya ketahui dasar hadisnya atau perbuatan shahabat, semoga Allah meridhoi mereka.
Namun bila seseorang melakukan salaman setelah shalat tidak meyakini sebagai hal yang disyariatkan, tapi sebagai bentuk rasa senang dan kecintaan, maka saya harap tidak apa-apa. Sebab umat Islam sudah membiasakan hal itu

ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻣﻌﺘﻘﺪا ﺑﺄﻧﻬﺎ ﺳﻨﺔ ﻓﻬﺬا ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ، ﺣﺘﻰ ﻳﺜﺒﺖ ﺃﻧﻬﺎ ﺳﻨﺔ، ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺳﻨﺔ.
Kalau seseorang melakukan jabat tangan / salaman meyakini hal tersebut adalah sunah, maka ini tidak boleh hingga ada dalil yang mengatakan sunah dan tidak saya ketahui dalil bahwa hal itu adalah sunah

Jadi menurut Syekh Utsaimin bersalaman setelah shalat tidak bidah jika bertujuan saling senang dan cinta sesama Muslim. Tentu pula masjid yang melakukan salaman ini bukan masjid yang menyalahi Sunnah.

Sementara menurut ulama Syafi'iyah mengenai salaman setelah shalat adalah boleh, baik menurut Imam Ibnu Hajar Al Haitami maupun Imam Nawawi, keduanya mengutip dari Imam Izzuddin bin Abdussalam.

KH. Ma'ruf Khozin

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel