Benarkah Masalah Khilafiyah Mengajak Kepada Perpecahan?

Benarkah Masalah Khilafiyah Mengajak Kepada Perpecahan?
Selama ini pemahaman kebanyakan umat adalah bahwa masalah khilafiyah akan mengajak kepada perpecahan Sehingga orang orang cenderung untuk menghindari pembicaraan yg terkait dengan khilafiyah. Padahal masalah yang mengandung khilafiyah bukan seharusnya dihindari, melainkan justru perlu dipelajari dengan baik & seksama.

Orang yg dihukum Allah dengan siksa yang pedih & berat adalah orang yg secara sengaja dan jelas jelas melanggar apa yg telah diharamkan Allah. Fiqih Perbedaan Keharamannya adalah keharaman yg jelas dan telah menjadi ijma' atau minimal menjadi pendapat mayoritas ulama dgn didukung dgn dalil² yg qath'i. Baik qath'i secara tsubut maupun qath'i secara dlalalah.

Misalnya keharaman dari minum khamar, berzina, membunuh nyawa yg bukan haknya, mencuri, berkhianat, dll... Semua itu adalah keharaman yg sudah berlabel muttafaqun 'alaihi (disepakati) di semua lapis umat Islam. Anak anak nongkrong di pinggir jalan pun tahu kalau minum khamr itu haram, meski dia sedang melakukannya. Kalau jenis dosa seperti itu tetap dilakukan juga, dgn sengaja, dgn sepenuh kesadaran serta tahu resikonya, maka barulah seseorang akan disiksa di neraka. Tetapi manakala suatu hukum masih menjadi perdebatan para ulama, karena memang dalilnya memungkinkan terjadinya beberapa versi kesimpulan, maka kalau ada orang yg memilih salah satu versi pendapat itu, tentu tidak akan dikenai sanksi oleh Allah.

Sebab sebagian ulama mengatakan haram tetapi sebagian mengatakan halal. Sementara kedua pendapat itu berangkat dari hasil ijtihad, lantaran dalilnya masih mengandung hal hal yg bisa ditafsirkan menjadi berbagai versi pemahaman.

Logika sederhana, bagaimana mungkin Allah yg Maha Pengasih & Penyayang itu main hakim, main siksa kepada hamba hambaNya, sementara aturannya tidak jelas, ketentuannya masih multi tafsir dan semua itu memang sulit dipungkiri.

Lalu di mana keadilan Allah?
Dimana kerahiman Allah?
Mengapa Allah seakan membuat ‘jebakan’ buat hamba-Nya sendiri?
Mengapa Allah sengaja membuat dalil yg multi-tafsir, lalu siapa yg salah dalam menafsirkannya, harus siap dilumat api neraka???.

Tentu Allah bukanlah tuhan dgn sikap rendah seperti itu. Seandainya hukum isbal / kain yg melebihi mata kaki tanpa niat riya' itu tidak multitafsir, pastilah semua ulama sampai titik kesepakatan bulat tentang keharamannya. Sayangnya, dalil dalil isbal itu memang nyata multi tafsir, sehingga semua kutub pendapat yg lahir darinya adalah ijtihad manusiawi.

(Perlu diketahui bahwasannya kaos kaki sudah ada pada zaman Nabi, disebut dgn Muzzah (khuffah) pada zaman dahulu. Di dalam masalah fiqh terdapat masalah mengusap muzah (massu al-khuffatain) sebagai ganti dari membasuh kaki dalam wudhu ketika pada cuaca yg sangat dingin. Jadi memakai kaos kaki hukumnya adalah boleh). Bahkan sampai level ulama besar Imam An Nawawi dan Ibnu Hajar pun mengatakan halal bila tanpa niat riya' bab isbal.

Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa An Nawawi dan Ibnu Hajar akan masuk neraka lantara keduanya salah tafsir??? Yg seharusnya menjadi cara pandang kita adalah selama masalah itu khilaf ulama, karena ditetapkan oleh dalil yg zdhanni secara istidlal, maka tidak ada siksa pedih. Sebab para mujtahid itu tidak akan disiksa hanya karena kesalahan dalam ijtihadnya.

Bila ijtihadnya salah, malah dia tetap dapat pahala.
Sebaliknya, bila ijtihadnya benar, dia akan dapat dua pahala.

Dari Amru bin ash رضي الله عنه Rasulullah bersabda:
"Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala.
(Hr متفق عليه)

Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadits ini: Beliau mengisyaratkan bahwa tidaklah mesti disaat ditolak hukumnya atau fatwanya lantaran berijtihad lalu keliru maka dia mendapat dosa dgn (kesalahan) tersebut. Akan tetapi apabila dia telah mengerahkan kemampuannya, maka ia mendapat pahala, jika (hukumnya) benar, maka digandakan pahalanya. Namun apabila dia menetapkan hukum atau berfatwa dgn tanpa ilmu maka dia mendapat dosa. (Fathul Bari).

Adalah salah besar kalau seorang mujtahid salah dalam berijtihad akan disiksa di neraka sebagai hukuman atas kesalahannya. Tetapi kalau yg berijtihad itu memang bukan orang yg punya KAPASITAS menjadi mujtahid, lalu sok mau berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, jelas dia telah salah. Dan wajar kalau dia disiksa di neraka.

Seorang yang bukan mujtahid, tidak punya otoritas untuk berijtihad. Kalau dia melakukannya dan salah, maka dia harus menanggung resikonya. Pertanggung jawaban seorang awam seperti kita, tidak ada kewajiban untuk melakukan ijtihad sendiri. Sebab syarat sebagai seorang mujtahid tidak atau belum terpenuhi pada diri kita. Maka kita dibolehkan bertaqlid kepada fatwa para ulama mujtahid yang juga tentunya harus mu'tabar (diakui kapabilitasnya).

Kalau seandainya fatwa itu salah, Allah tidak akan murka tentunya, sebab seorang mujtahid yg berijtihad tidak akan disiksa di neraka, bahkan dia tetap dapat satu pahala. Maka kita yg mengikuti fatwa mujtahid yg katakanlah ternyata terbukti salah di hari akhir, tentu juga tidak akan disiksa. Malah kita juga dapat pahala dari Allah. Kok dapat pahala? Kan salah? Ya, dapat pahala. Karena kita telah melakukan perintah Allah untuk bertanya kepada ahlinya.

Bukankah Allah memerintahkan kita dalam firman Nya:

نوملعت ل متنك نإ ركذلا لهأ اولأساف
Maka bertanyalah kepada orang yg mempunyai pengetahuan (mujtahid/ulama) jika kamu tidak mengetahui. (An Nahl 43).

Allah tidak mengatakan "Bertanyalah kepada orang yg pasti benar dalam ijtihadnya." Tetapi hanya memerintahkan untuk bertanya kepada ahlinya, yaitu mujtahid yg diakui kapasitasnya.

Kita sudah bertanya kepada mujtahid, maka kita sudah dapat pahala. Kalau ternyata ijtihadnya salah, tidak ada ayat atau hadits yg menyebutkan bahwa salahnya ijtihad para ulama akan melahirkan dosa dan siksa. Yg akan disiksa adalah orang dgn kapasitas bukan mujtahid, tetapi berlagak seperti mujtahid, lalu salah. Maka siksaanlah akibatnya.

Qoul Syaikh al Arif Billah Muhammad Amin al Kurdi al Irbili Asy Syafi’i

ومن لم يقلد واحدا منهم وقال أنا أغمل با لكتاب وا لسنة مدغيا فهم إلا حكام منهما فلا يسلم له بل هو مخطي ضال مضل سيما في هذا الزمان الذي غم فيه الفسق وكسرت فيه الدغوي ألبا ظلة لانه اسظهر
غلي اىمة ألدين وهو دونهم في الغلم والغدلة والاطلا غ (تنوير القلوب
"Dan barang siapa yg tidak mengikuti salah satu dari mereka (imam imam madzhab) dan berkata "Saya beramal berdasarkan Al Qur'an & Hadits ", dan mengaku telah mampu memahami hukum hukum Al-Qur'an dan hadits, maka orang tersebut tidak bisa diterima , bahkan termasuk orang yg bersalah, sesat & menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini...!!! Di mana kefasiqan merajalela dan banyak tersebar dakwah dakwah yg salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa". (Kitab Tnwirul Qulub).

والله أعلم بالصواب

Oleh Musa Muhammad

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel