Adzan Dua Kali Menjelang Shalat Jum’at
عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ [1]
Yang dimaksud dengan “adzan ketiga” adalah adzan sesaat menjelang khatib naik mimbar. Sedangkan adzan pertama adalah adzan setelah khatib duduk di mimbar dan adzan kedua adalah Iqamah.
Benar memang bahwa adzan dua kali dalam shalat Jum’at tidak dikenal pada masa Rasulullah SAW. Meskipun demikian Utsman bin Affan melakukan suatu ijtihad dan tidak menghadapi penentangan dari Sahabat lain. Inilah yang disebut dengan Ijma’ Sukuty, yaitu kesepakatan para ulama—dalam kasus ini adalah para Sahabat—terhadap suatu hal, dimana kesepakatan itu terjadi melalui tidak adanya pihak yang ingkar. Diamnya mereka menandakan sikap setuju terhadap hukum yang ditetapkan.[2]
Karena itu sunnat bagi kita mengikuti ijtihad tersebut, yakni mengumandangkan adzan dua kali pada waktu shalat Jum’at, karena Rasulullah SAW menyatakan:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ[3]
[1] Shahih al Bukhari, nomor 865
[2] Al Mawahib Al Laduniyah, juz 2, hal. 249
[3] Musnad Ahmad bin Hambal, nomor 16519